Senin, 29 Juni 2009

Masyarakat Adat: TNI Harus Bertanggung Jawab

JAYAPURA, Desk papua barat.pos — Masyarakat Adat Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, meminta TNI untuk bertanggung jawab atas penembakan yang menewaskan Isak Psakor, warga Kibai, Disttrik Arso Timur, Senin (22/6) sekitar pukul 14.00 WIT.

"Kami warga Keerom meminta pertanggungjawaban TNI," kata Ketua Dewan Adat Kabupaten Keerom Servo Tuamis kepada wartawan di Jayapura, Selasa. Ia meminta TNI memproses hukum secara tegas terhadap anggotanya yang melakukan penembakan itu. "Orang tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannnya," ujar Servo.Isak Psakor diduga ditembak oleh prajurit TNI yang sedang berpatroli menjaga wilayah tapal batas RI dengan Papua Nugini (PNG) pada Senin siang sekitar pukul 14.00 WIT. "Jenazah korban kini masih disemayamkan di Kampung Kibai untuk menunggu proses lebih lanjut," kata Pemimpin Gereja Katolik Keerom Pastor Jhon Jonga Pr di Arso, ibu kota Kabupaten Keerom, Selasa.

Menurut Pastor John, berdasarkan pengakuan Anton Psakor, ayah korban, pada Senin anaknya, Isak Psakor, bersama dua saudaranya, Wens Psakor dan John Psakor, berjalan kaki dari Kampung Skowt Jauh menuju Kampung Air Asin, Distrik Arso Timur, wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, PNG.

Dalam perjalanan, ketiga anaknya itu berpapasan dengan seekor anjing yang menggonggong mereka dan karena katakutan, mereka bertiga lari memanjat pohon di tengah hutan rimba Distrik Arso Timur.

Tiba-tiba terdengar bunyi tembakan dan pada saat itu juga Wens dan John melihat Isak Psakor jatuh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Serta-merta Anton dan John berteriak, "Kami warga kampung Kibai, mengapa tembak saudara kami."

Mendengar teriakan itu, prajurit TNI yang sedang berpatroli di hutan belantara perbatasan RI- PNG lari meninggalkan mereka. "Anton dan John turun dari pohon yang mereka panjat, lalu berusaha menutupi mayat saudara mereka dengan daun-daun dan selanjutnya berlari menemui orangtua dan sanak saudara menyampaikan peristiwa yang memilukan itu," kata Pastor John Jonga mengutip pernyataan Anton Psakor, ayah almarhum Isak.

Sumber : Kompas


Rabu, 17 Juni 2009

Dalam situs resmi Kongres Amerika Serikat, telah mencantumkan masalah Papua kedalam kebijakan luar negeri Pemerintahan amerika untuk Tahun 2010-2011

Dalam situs resmi Kongres Amerika Serikat, telah mencantumkan masalah Papua kedalam kebijakan luar negeri Pemerintahan amerika untuk Tahun 2010-2011. Sementara didalam negeri Indonesia baru saja terpilih anggota parlemen yang baru dan belum juga menggagas masalah Papua. Apakah H.R amrika ini jadi kao surga ataukah kado neraka bagi rakyat Papua?.

Berikut dibawah ini:

Text of H.R. 2410: Foreign Relations Authorization Act, Fiscal Years 2010 and 2011

HR 2410 RH

Union Calendar No. 69

111th CONGRESS

1st Session

H. R. 2410

[Report No. 111-136]
To authorize appropriations for the Department of State and the Peace Corps for fiscal years 2010 and 2011, to modernize the Foreign Service, and for other purposes.

IN THE HOUSE OF REPRESENTATIVES

May 14, 2009
Mr. BERMAN introduced the following bill; which was referred to the Committee on Foreign Affairs

June 4, 2009
Reported with an amendment, committed to the Committee of the Whole House on the State of the Union, and ordered to be printed

[Strike out all after the enacting clause and insert the part printed in italic]

[For text of introduced bill, see copy of bill as introduced on May 14, 2009]


EC. 1123. WEST PAPUA.

(a) Findings- Congress finds the following:
(1) West Papua was a former Dutch colony just as East Timor was a former Portuguese colony just as Indonesia was a former colony of the Netherlands.
(2) In 1949, the Dutch granted independence to Indonesia and retained West Papua.


(3) In 1950, the Dutch prepared West Papua for independence.
(4) However, Indonesia, upon achieving independence, demanded the entire archipelago including the Dutch holding of West Papua and the Portuguese controlled territory of East Timor.

(5) In 1962, the United States mediated an agreement between the Dutch and Indonesia. Under terms of the agreement, the Dutch were to leave West Papua and transfer sovereignty to the United Nations after which time a national election would be held to determine West Papua’s political status. But almost immediately after this agreement was reached, Indonesia violated the terms of the transfer and took over the administration of West Papua from the United Nations.

(6) Indonesia then orchestrated an election that many regarded as a brutal military operation. In what became known as an ‘act of no-choice’, 1,025 West Papua elders under heavy military surveillance were selected to vote on behalf of more than 800,000 West Papuans on the territory’s political status. The United Nations Representative sent to observe the election process produced a report which outlined various and serious violations of the United Nations Charter. In spite of the report and in spite of testimonials from the press, the opposition of fifteen countries, and the cries of help from the Papuans themselves, West Papua was handed over to Indonesia in November 1969.

(7) Since this time, the Papuans have suffered blatant human rights abuses including extrajudicial executions, imprisonment, torture, environmental degradation, natural resource exploitation and commercial dominance of immigrant communities and it is now estimated that more than 100,000 West Papuans and 200,000 East Timorese died as a direct result of Indonesian rule especially during the administrations of military dictators Sukarno and Suharto.

(8) Today, the violence continues. In its 2004 Country Reports on Human Rights Practices the Department of State reports that Indonesia ‘security force members murdered, tortured, raped, beat and arbitrarily detained civilians and members of separatist movements especially in Papua’.
(9) In response to international pressure, Indonesia has promised to initiate Special Autonomy for West Papua.

(10) Considering that East Timor achieved independence from Indonesia in 2002 by way of a United Nations sanctioned referendum, Special Autonomy may be an effort to further disenfranchise a people who differ racially from the majority of Indonesians.

(11) West Papuans are Melanesian and believed to be of African descent.
(b) Reports-

(1) SECRETARY OF STATE- For fiscal year 2010, the Secretary of State shall submit to the appropriate congressional committees a report on the 1969 Act of Free Choice, the current political status of West Papua, and the extent to which the Government of Indonesia has implemented and included the leadership and the people of West Papua in the development and administration of Special Autonomy.

(2) PRESIDENT- For each of fiscal years 2010 and 2011, the President shall transmit to the appropriate congressional committees a report that contains a description of the extent to which the Government of Indonesia has certified that it has halted human rights abuses in West Papua.

Kehidupan Sebagai Perantauan

Sebagai seorang yang tinggal jauh dari tempat tinggal,kita harus selektif dalam mengisi kehidupan ini.Tanpa kita sadari tidak ada lagi seseorang yang mengingatkan kita pada saat sholat tiba apalagi ketika fajar telah menyongsong.Demi kemajuan,kita harus mengatur kehidupan kita sebisa mungkin tanpa campur tangan dari seseorang yang tinggal jauh disana alias orang tua kita.Sebisa mungkin kebiasaan buruk yang sering kita lakukan ketika masih tinggal bersama keluarga sedikit demi sedikit kita hilangkan.Tapi itu semua kembali lagi kepada diri kita sendiri,tanpa kemauan kita untuk maju tidak mungkin kita bisa maju sendiri.

Jalan kedepan kita masih sangat panjang,banyak halangan dan rintangan yang senantiasa menyertai kita dalam menjalani kehidupan ini.Satu-satunya jalan agar kita sanggup melewati halangan dan rintangan dengan baik adalah dengan mendekatkan diri kita kepada SANG PENCIPTA atau ALLOH SWT.Tanpa ridlo-Nya kita tidak akan mampu menjalani kehidupan dengan baik sebagai mana yang selalu kita impikan.Dan ingatlah,sikap positive thinking adalah salah satu jalan agar kita mendapat ridlo dari-Nya.Saya yakin sikap seperti itu mempunyai kekuatan tersendiri dalam menjalani kehidupan ini.Dengan sikap seperti itu serasa hidup ini nyaman dan membuat hidupku lebih hidup.

Jangan lupa hidup didunia ini hanyalah fana.Kehidupan yang nyata dan kekal terjadi ketika kita telah melewati kehidupan yang sering disebut KEMATIAN.Setelah kematian itu datang maka kehidupan yang sebenarnya barulah terjadi.